Tari Jaipong

Sebagai negara yang memiliki banyak pulau, Indonesia tak hanya melimpah dalam hal wisata alam tapi juga berbagai budaya dan kesenian.

Salah satu jenis tari paling populer di Indonesia adalah jaipong. Tarian eksotis ini merupakan hasil perpaduan dari gerakan pencak silat, ketuk tilu, dan wayang golek.

Berikut adalah penjelasan lengkap dari Cryptowi mengenai tari jaipong yang fenomenal.

Sejarah Tari Jaipong

Sejarah-Tari-Jaipong

Tari jaipong tercipta pada sekitar tahun 1960, dengan nama penciptanya adalah H. Suanda. 7 tahun kemudian, yaitu pada 1976, tarian ini mulai direkam di media dengan nama Suanda Grup.

Meskipun masih menggunakan instrumen sederhana, tari jaipong yang mulai diketahui masyarakat Karawang ternyata mendapatkan respon yang sangat baik.

Sejak itu, jaipong dijadikan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat setempat. Makin banyak dikenal dan memiliki banyak penggemar membuat jaipong mulai dilirik oleh beberapa seniman, salah satunya adalah Gugum Gumbira (seniman asal Bandung).

Lewat jiwa seni yang ia miliki, jaipong dimodifikasi dengan tempo lebih cepat, yang terinspirasi dari tarian ketuk tilu.

Dalam versi ini, para penari tak hanya menari tapi juga bernyanyi. Tarian ini kemudian diperkenalkan ke berbagai komunitas Bandung dan beberapa kota lain di sekitar.

Sayangnya, sekelompok orang pernah menganggap bahwa tarian ini memiliki gerakan yang cukup vulgar dan erotis, sehingga kurang layak untuk dipentaskan.

Tapi setelah sering muncul di beberapa paparan media, seperti TVRI Jakarta pada tahun 1980, kesan negatif dari tari jaipong perlahan berubah dan penggemarnya semakin banyak.

Keadaan tersebut membuat jaipong semakin banyak dipertunjukan di berbagai perayaan dan acara, baik secara off-air ataupun on-air.

Ketenaran jaipong kala itu ternyata menjadi titik balik bagi seni tradisional yang sebelumnya kurang diperhatikan. Para aktivis seni tari lebih giat mengeksplorasi jenis-jenis tarian rakyat dan mulai melestarikannya.

Para pelaku bisnis juga mendapatkan dampak yang cukup signifikan, karena memiliki peluang bisnis cukup menjanjikan dengan membuka beberapa kursus tari.

Dua sanggar paling terkenal kala itu adalah Dance Studio dan Jaipong Kaleran di Subang.

Kemudian sekitar tahun 1980-1990, jaipong kembali tenar karena kemunculan seni tari lain karya Gugum Gumbira, seperti tari tora-tora, pencug, toka-toka, sonteng, bangau linglung, dan kawung anten.

Lahirnya sejumlah tarian ini juga memunculkan beberapa penari berbakat lain yang akhirnya terkenal, seperti Aa Suryabrata, Miming Mintarsih, Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, dan Mira Tejaningrum.

Masih di tahun 90-an, jaipong mengeluarkan album paling laris di dalam dan luar negeri yang bernama “Tonggeret”, dengan penyanyi hits bernama Idjah Hadidjah.

Properti Tari Jaipong

Properti-Tari-Jaipong

Tari jaipong bisa dimainkan oleh satu atau banyak orang, bisa wanita/pria saja, atau secara berpasangan. Usia penari juga bisa mulai dari anak-anak hingga dewasa.

Dalam pertunjukan, tari jaipong dilengkapi dengan sejumlah properti berikut ini:

✓  Instrumen: berupa alat musik tradisional degung, seperti kendang, gong, saron, kecapi, dan kecrek.

✓  Apok: baju kebaya khas Jawa yang berwarna cerah/berani (merah, kuning, atau biru terang), yang dikenakan oleh penari wanita. Jenis kainnya bisa beludru atau brokat. Terdapat kancing di bagian dada dan beberapa bordiran bermotif daun, bunga, atau burung.

✓  Sinjang: celana kain dalam potongan longgar dan panjang dalam motif batik, yang digunakan sebagai bawahan penari pria dan wanita. Ukuran celana dibuat longgar agar penari lebih leluasa bergerak, karena gerakan tari jaipong harus lincah dan dinamis.

✓  Sampur: kain panjang (selendang) yang dikalungkan ke leher atau diikat di pinggang, berfungsi untuk menonjolkan kesan anggun dalam setiap gerakan.

✓  Headpiece: hiasan kepala dalam berbagai bahan dan motif, yang berguna untuk menambah keindahan rambut para penari wanita yang biasanya ditata dalam bentuk sanggul.

Asal Daerah Tari Jaipong

Asal-Daerah-Tari-Jaipong

Jaipong merupakan tarian asli Jawa Barat, tepatnya di Kabupaten Karawang.

Karena penciptanya merupakan seorang seniman asal Karawang yang suka dan menggeluti seni tari tradisional.

Jenis-Jenis Tari Jaipong

Jenis-Jenis-Tari-Jaipong

Dalam pertunjukkan seni tari jaipong, gerakan utama dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

  • Ibing sola: gerakan berpola yang didominasi oleh pinggul, tangan, dan bahu. Senyum manis dan binar mata juga menjadi bagian penting, terutama untuk penari wanita.
  • Ibing saka: gerakan yang tidak memiliki pola, tapi tetap dengan gerakan pinggul, bahu, dan tangan.

Sedangkan jenis-jenis gerakan dalam tari jaipong adalah:

  • Bukaan: gerakan awal (salam pembuka) sebelum pertunjukan tari dimulai, biasanya dilakukan sebelum memasuki area pertunjukkan (panggung). Para penari berjalan perlahan dalam gerakan memutar sambil memainkan selendang secara gemulai khas orang Jawa.
  • Pencungan: gerakan dengan musik, lagu, dan tempo yang cepat.
  • Ngala: mirip dengan gerakan patah-patah (perpindahan dari satu gerakan ke gerakan berikutnya dilakukan dengan sangat cepat).
  • Mincit: disebut juga dengan gerakan transisi (perpindahan dari satu gerakan ke gerakan lain).

Fungsi Tari Jaipong

Fungsi-Tari-Jaipong

✓ Menjadi salah satu identitas keseniaan Jawa Barat.

✓ Sebagai tarian sambutan untuk para tamu besar, baik dari dalam maupun luar negeri.

✓ Sering dimasukkan dalam daftar tarian tradisional Indonesia saat mengikuti festival budaya di luar negeri.

✓ Sebagai hiburan dalam berbagai acara penting yang berkaitan dengan seni.

Makna Tari Jaipong

Makna-Tari-Jaipong

Secara garis besar, makna dari tari jaipong adalah merepresentasikan wanita Sunda yang memiliki sifat santun, ramah, halus/gemulai, kadang sedikit genit, tapi juga bisa energik, lincah, dan berani. Beberapa gerakannya juga mewakilkan lekuk tubuh yang indah dan keanggunan.

Tari jaipong adalah karya seorang seniman Karawang yang bernama H. Suanda (pada tahun 1960). Namun, tarian ini baru terkenal setelah dimodifikasi dan diperkenalkan kembali oleh seniman Bandung bernama Gugum Gumbira.

Busana yang digunakan para penari bernama apok, sinjang, dan sampur. Gerakannya terkadang pelan dan gemulai, terkadang juga lincah dan dinamis dalam tempo yang cepat.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top